Monthly Archives: April 2016

Contoh Surat Perjanjian

Surat Perjanjian Kerjasama

 

Para pihak yang bertanda tangan dibawah ini :

1. Nama   : Dewi Perwita Sari

No. KTP   : xxx xxx xxx xxx

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 14 Agustus 1989

Alamat   : Jl. Kompleks

Bertindak selaku atas nama diri sendiri, Selanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK PERTAMA;

2. Nama   : Agustinus

No. KTP/ Identitas : xxx xxx xxx xxx

Tempat/Tanggal Lahir : Surabaya, 18 Juni 1978

Alamat   : Jl. Pejompongan

Bertindak selaku atas diri sendiri, Selanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK KEDUA;

 

Pada hari ini, jum’at tanggal 12 Maret 2014, masing-masing pihak telah sepakat untuk mengadakan perjanjian kerjasama (selanjutnya disebut kontrakkan) dengan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang diatur dalam 14 pasal sebagai berikut :

 

Pasal 1

KETENTUAN UMUM

1. Pihak Pertama selaku pemilik modal menyerahkan sejumlah uang tertentu kepada Pihak Kedua untuk dipergunakan sebagai modal usaha untuk jenis usaha ekspor furniture.

2. Pihak Kedua selaku pengelola modal dari Pihak Pertama bertanggungjawab untuk mengelola usaha sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Ayat 1.

3. Pihak Kedua menerima modal dalam bentuk uang dari Pihak Pertama yang diserahkan pada saat perjanjian ini disepakati dan ditandatangani.

4. Pihak Pertama akan mendapatkan keuntungan bagi hasil usaha menurut persentase keuntungan yang telah disepakati bersama sebagaimana diatur dalam Pasal 4.

5. Masing-masing pihak memiliki andil dalam usaha ini, baik modal maupun tenaga yang besar maupun pembagiannya sebagaimana tercantum dalam Pasal 2, 3, dan 4.

Pasal 2

MODAL USAHA

1. Besar uang modal usaha, sebagaimana disebut pada Pasal 1 Ayat 1 adalah sebesar Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)

2. Modal Pihak Pertama tersebut diserahkan kepada Pihak Kedua setelah akad ini ditandatangani oleh kedua belah pihak, melalui transfer ke nomor rekening 0234.567.8910 Bank BCA Cabang Sleman an. Abdullah Rauf.

Pasal 4

KEUNTUNGAN

1. Keuntungan usaha adalah keuntungan bersih (Nett Profit), berupa keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha (Cash Profit).

2. Prosentase keuntungan usaha untuk Pihak Pertama adalah sebesar 30% dari Nett Profit.

3. Profit tersebut akan dibayarkan oleh Pihak Pertama maksimal tanggal 5 tiap bulannya.

4. Profit tersebut dapat disampaikan lewat transfer rekening antar bank yang telah ditunjuk/disepakati atau dapat berupa pemberian cash secara langsung kepada pihak Kedua.

 

Pasal 5

KERUGIAN

1. Jika terjadi kerugian usaha yang disebabkan oleh suatu hal diluar kesalahan Pihak Kedua sebagaimana tercantum pada Pasal 1 Ayat 2 ditanggung oleh kedua belah pihak dengan ketentuan, Pihak Pertama akan menerima pengembalian modal setelah dikurangi setengah dari jumlah kerugian yang diderita.

2. Jika terjadi kerugian usaha yang disebabkan kelalaian oleh Pihak Kedua, maka Pihak Pertama berhak mendapatkan pengembalian modal usaha secara utuh.

 

Pasal 6

MASA BERLAKU

1. Masa berlaku yang tersebut pada Pasal 1 adalah 12 (dua belas) bulan terhitung sejak perjanjian ini disepakati dan ditandatangani.

2. Atas kesepakatan Para Pihak, Kontrak dapat diperpanjang waktunya dan/atau ditambahkan nilai uang pokok investasi yang diatur dalam Kontrak Baru dan/atau addendum Kontrak.

Pasal 7

JAMINAN

1. Pihak kedua memberikan sertifikat hak milik berupa Sebidang tanah Hak Milik yang terletak di Desa Suromadu RT.5/III, Kecamatan Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta, seluas 10.000 M³ (sepuluh ribu meter persegi).

2. Pihak pertama wajib mengembalikan sertifikat yang menjadi jaminan sebagaimana disebutkan ayat (1) kepada Pihak Kedua setelah Pihak pertama mengembalikan modal usaha.

Pasal 8

SAKSI-SAKSI

Kedua orang saksi yang menyaksikan dan ikut menandatangani surat perjanjian kontrak ini  adalah:

1. Nama  : SUKARWO bin SUMITRO

Umur  : 53 tahun

Pekerjaan : Tani

Alamat  : Desa Randu RT.01/II, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta

Selanjutnya disebut sebagai Saksi I

 

2. Nama  : WIRANTO bin JOKOWI

Umur  : 48 tahun

Pekerjaan : Wirausaha

Alamat  : Desa Randu RT.01/II, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta

Selanjutnya disebut sebagai Saksi II.

 

Pasal 9

SANKSI BAGI HASIL PIHAK PERTAMA

 

1. Apabila Pihak Pertama tidak bisa memenuhi kewajiban sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (3) selama 3 (tiga) hari berturut-turut, maka Pihak Kedua pada tanggal 8 (delapan) di tiap bulannya berhak untuk menagih profit yang menjadi hak Pihak Kedua kepada Pihak Pertama.

2. Apabila Pihak Pertama sampai dengan 8 (delapan) hari sejak ditagih oleh Pihak Kedua masih belum bisa memberikan Profit yang dimaksud, maka Pihak Pertama wajib mengembalikan uang pokok investasi yaitu sebesar Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) pada hari tersebut ditambah dengan Profit bulanan yang berlangsung. Apabila sampai pada hari tersebut uang pokok investasi tidak/belum dikembalikan dan Profit belum diberikan, maka Pihak Pertama dikenakan uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) per hari. Akibat dari keterlambatan ini, maka Kontrak dianggap berakhir setelah semua kewajiban Pihak Pertama dibayarkan.

Pasal 10

PENGEMBALIAN MODAL USAHA

Pihak Pertama berkewajiban mengembalikan modal usaha kepada Pihak Kedua sebagaimana disebut dalam pasal 2 ayat (1) pada tanggal 12 Maret tahun 2015. Apabila sampai pada tanggal tersebut modal usaha belum dikembalikan, maka Pihak Pertama dikenakan uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) per hari dan Kontrak dianggap berakhir setelah semua kewajiban Pihak Pertama dibayarkan.

 

 

Pasal 11

PINALTY

1. Selama masa Kontrak, Pihak Pertama maupun Pihak Kedua tidak dapat merubah atau membatalkan atau memutus kontrak ini secara sepihak, kecuali ada kesepakatan bersama yang diatur dalam addendum Kontrak.

2. Penarikan uang pokok investasi baik sebagian atau seluruhnya sebelum habis masa berlaku Kontrak ini, maka Pihak Pertama mengenakan biaya Penalty yang besarnya sesuai dengan kesepakatan kedua belak pihak.

 

Pasal 12

AHLI WARIS

1. Apabila Pihak Pertama sebagai pengelola investasi dalam masa Kontrak mengalami halangan tetap atau meninggal dunia sehingga tidak bisa melanjutkan atau mengelola Usaha ini, maka segala urusan yang mengikat dalam Kontrak ini akan dilanjutkan oleh ahli waris atau kuasa yang ditunjuk (secara tertulis) berdasarkan kesepakatan ahli waris Pihak Pertama.

2. Apabila Pihak Kedua dalam masa kontrak mengalami halangan tetap atau meninggal dunia, maka segala urusan yang mengikat dalam kontrak ini, Pihak Kedua menunjuk Istri Pihak Kedua untuk melanjutkan kontrak ini kepada dan apabila berhalangan tetap atau meninggal dunia maka akan dilanjutkan oleh ahli waris atau kuasa yang ditunjuk (secara tertulis) berdasarkan kesepakatan ahli waris Pihak Kedua.

 

Pasal 13

LAIN-LAIN

Bahwa hal-hal yang tidak dan/atau belum cukup diatur dalam Kontrak ini akan diputuskan bersama oleh Para Pihak secara Musyawarah serta dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan dan jiwa dari perikatan/Kontrak ini, dan dituangkan secara tertulis dalam Addendum Kontrak yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Kontrak ini atau menjadi satu kesatuan dengan kontrak ini.

 

 

Pasal 14

STATUS HUKUM

Bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan Kontrak ini dengan segala akibatnya, maka Para Pihak sepakat memilih tempat kediaman hukum (domisili) yang umum dan tetap di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri

 

Demikian Kontrak ini dibuat dan diselesaikan pada hari dan tanggal seperti tersebut pada bagian awal Kontrak ini. Segera, setelah Kontrak ini dibuat, Para Pihak dan Istri Pihak Kedua, lalu menandatangani Kontrak ini diatas materai, dalam keadaan sehat jasmani dan rohani serta tanpa adanya unsur paksaan dari pihak manapun serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

 

Dibuat di          :  Jakarta

Pada tanggal    :  12 Maret 2014

 

PIHAK PERTAMA   unduhan                                                               PIHAK KEDUA

unduhan

DEWI PERWITA SARI     AGUSTINUS

 

 

Mengetahui

SAKSI PIHAK PERTAMA   unduhan                                              SAKSI PIHAK KEDUA

unduhan

SUKARWO bin SUMITRO                                                WIRANTO bin JOKOWI

Aspek Hulum Ekonomi ” Hukum Perjanjian “

HUKUM PERJANJIAN – STANDAR KONTRAK

 

 

HUKUM PERJANJIAN

 

Dalam Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.

 

 

STANDAR KONTRAK

 

 

Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.Tidak ada kebebasan berkontrak yang mutlak. Pemerintah dapat mengatur atau melarang suatu kontrak yang dapat berakibat buruk terhadap atau merugikan kepentingan masyarakat.

 

Di Indonesia kita ketahui ada tindakan Negara yang merupakan campur tangan terhadap isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Sebagai contoh yang paling dikenal adalah yang menyangkut hubungan antara buruh dengan majikannya. Tetapi tidak semua tingkat peraturan perundang-undangan dapat membatasi asas kebebasan berkontrak, namun hanya UU atau Perpu atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi saja yang mempunyai kekuatan hukum untuk membatasi bekerjanya asas kebebasan berkontrak.

 

 

 

Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua yaitu umum dan khusus.

 

1. Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.

2. Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.

 

 

 

Macam – Macam Perjanjian

 

1.      Perjanjian Jual-beli

2.      Perjanjian Tukar Menukar

3.      Perjanjian Sewa-Menyewa

4.      Perjanjian Persekutuan

5.      Perjanjian Perkumpulan

6.      Perjanjian Hibah

7.      Perjanjian Penitipan Barang

8.      Perjanjian Pinjam-Pakai

9.      Perjanjian Pinjam Meminjam

10.  Perjanjian Untung-Untungan

 

Syarat Sahnya Perjanjian

 

Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :

 

1. Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.

 

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum.

Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.

 

3. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.

 

4. Sebab yang halal Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.

 

Syarat Lahirnya Perjanjian

 

Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.

Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual.

Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.

 

Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.

 

Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:

 

a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)

b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).

c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).

d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).

 

Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian

 

Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;

 

1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.

 

2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.

 

3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan

 

4. Terlibat hokum

 

5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian

 

 

REFERENSI

 

http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/1892319-syarat-sah-suatu-perjanjian/#ixzz1NFcV0DgB

 

Abdulkadir Muhammad, 1990 “Hukum Perikatan”, PT. Citra Aditya bhakti, Bandung 1990

 

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1980.

 

Kartini Mulyadi, Gunawan Widjja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Raja Grafindo, Jakarta, 2003.

 

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007.

 

Suharnoko, Hukum Perjanjian. Prenada Media, Jakarta, 2004.

Aspek Hukum Ekonomi ” Hukum Perikatan “

Hukum perikatan

Pendahuluan

Didalam system pengaturan hukum perikatan dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(KUH Perdata) menganut system terbuka, yakni setiap orang dapat mengadakan perjanjian mengenai apa pun sesuai dengan kehendaknya, artinya dapat menyimpang dari apa yang telah ditetapkan dalam Buku III KUH Perdata baik mengenai bentuk maupun isi perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.

Dengan demikian, apa yang ditur dalam Buku III KUH Perdata merupakan hukum pelengkap (aanvullendrecht), yakni berlaku bagi para pihak yang mengadakan perjanjian sepanjang mereka tidak mengesampingkan syarat-syarat dan isi dari perjanjian.

Perikatan

Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang (pihak) atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi, begitu juga sebaliknya.

Dalam bahasa Belanda perikatan disebut verbinternissenrecht. Namun, terdapat perbedaan pendapat dari beberapa dari beberapa ahli hukum dalam memberikan istilah hukum perikatan. Misalnya, Wiryono Prodjodikoro dan R. Subekti.

1.Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-Asas Hukum Perjanjian, “Het verbintenissenrecht” (bahasa Belanda), jadi verbintenissenrecht oleh Wirjono diterjemahkan menjadi hukum perjanjian, bukan hukum perikatan.

2.R.Subekti tidak menggunakan istilah hukum perikatan, tetapi menggunakan istilah perikatan sesuai dengan judul Buku III KUH Perdata tentang perikatan. Dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata, R. Subekti menulis perikatan (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian, sebab didalam Buku III KUH Perdata memuat tentang periktan yang timbul dari

1. persetujuan atau perjanjian;

2. perbuatan yang melanggar hukum;

3. pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarnemiing).

Perjanjian dalam bahasa Belanda disebut overeenkomst, sedangkan hukum perjanjian disebut overeenkomstenrecht. Sementara itu, pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian, perikatan dapat terjadi karena

1.      Perjanjian (kontrak), dan

2.      Bukan dari perjanjian (dari undang-undang).

Perjanjian adalah peristiwa dimana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbulah suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan hukum ini yang dinamakan dengan perikatan.

Dengan kata lain, hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Perjnjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut system terbuka. Oleh karena itu, setiap anggota bebas untuk mengadakan perjanjian.

 

Dasar hukum perikatan

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.

1.      Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).

2.      Perikatan yang timbul dari undang-undang.

Perikatan yang timbul dari undang-undang dapat dibagi menjadi dua, yakni perikatan terjadi karena undang-undang akibat dari perbuatan manusia.

a.       Perikatan terjadi karena undang-undang semata, misalnya kewajiban orang tua untuk memelihara dan mendidik anak-anak, yaitu hukum kewarisan.

b.      Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia menurut hukum terjadi karena perbutaan yang diperbolehkan (sah) dan yang bertentangan dengan hukum (tidak sah).

3.      Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan suakrela (zaakwaarneming).

Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian

Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme.

1.      Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak terlihat didalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya.

Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perajnjiannya yang dibuat tidak boleh bertentangan denga ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.

2.      Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara pihak mengenai hal-hal yangpokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.

Dengan demikian, asas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara pihak yang mengikat hal tertentu, dan suatu sebab hal yang halal.

1.      Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri

2.      Cakap untuk membuat suatu perjanjian

3.      Mengenai suatu hal tertentu

4.      Suatu sebab yang halal

 

Wansprestasi

Sementara itu, wansprestasi tibul apabila salah satu pihak(debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan, misalnya ia alpa (lalai) atau ingkar janji.

Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa emapat kategori, yakni

1.      Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

2.      Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;

3.      Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;

4.      Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Oleh karena itu, wansprestasi (kelalaian) mempunyai akibat-akibat yang berat maka tidak mudah untuk menyatakan bahwa seseorang lalai  atau alpa.

Didalam pasal 1238 KUH Perdata menyebutkan bagaimana caranya memperingatkan seseorang debitor,

Si beruang adalah lalai, bila ia dengan surat perintah atau dengan sebua akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, jika ini menetapkan bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

Dengan demikian, terhadap kelalaian atau kealpaan si debitor sebagai pihak yang melanggar kewajiban, dapat diberikan beberapa sanksi atau hukuman.

 

Akibat-akibat wansprestasi

Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wanspretasi, dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaki membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi);pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian;peralihan risiko.

1.      Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi). Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsure, yakni

a.       Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh satu pihak;

b.      Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibatkan oleh kelalaian si debitor;

c.       Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.

2.      Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian

Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247  dan Pasak 1248 KUH Perdata.

Pembatalan perjanjian atau pemecahan peranjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan. Kalau satu pihak sudah menerima sesuatu dari pihak lain, baik uang maupun barang maka harus dikembalikan sehingga perjanjian  itu ditiadakan.

3.      Peralihan risiko

Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH Perdata. Oleh karena itu, dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu barang tertentu maka barang itu semenjak perikatan dilahirkan adalah atas tanggungan (risiko) si berpiutang ( pihak yang berhak menerima barang).

 

Hapusnya perikatan

Perikatan itu bias hapus jika memenuhi criteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut:

a.       Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela;

b.      Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;

c.       Pembahuruan utang;

d.      Perjumpaan utang atau kompensasi;

e.       Percampuran utang;

f.       Pembebasan utang;

g.      Musnahnya barang yang terutang;

h.      Batal/pembatalan;

i.        Berlakunya suatu syarat batal;

j.        Lewat waktu.

 

Daftar Pustaka:

Elsi Kartika Sari, S.H.,M.H.,Advendi Simanunsong, S.H.,M.M.Hukum Dalam Ekonomi . , 10 April 2015. https://books.google.co.id/books?id=esFIdX7qOAEC&pg=PA213&dq=aspek+hukum+dalam+ekonomi&hl=id&sa=X&ei=EnkmVZSiGMWeugSlmIC4Cw&redir_esc=y#v=onepage&q=aspek%20hukum%20dalam%20ekonomi&f=false

Macam-Macam Perikatan

Macam-macam Perikatan Menurut Undang-undang Perikatan (BW)

Macam-macam perikatan dapat dibedakan atas beberapa macam, yakni :

1.        Perikatan bersyarat (voorwaardelijk)

Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau terjadi. Mungkin untuk memperjanjikan bahwa perikatan itu barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu timbul itu. Suatu perjanjian yang demikian itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertangguhkan (opschortende voorwaarde). Menurut Pasal 1253 KUHperdata tentang perikatan bersyarat “suatu perikatn adalah bersyarat mankala ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang masih belum terjadi, baik secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun secara membatalkan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut”.

Pasal ini menerangkan tentang perikatan bersyarat yaitu perikatan yang lahir atau berakhirnya digantungkan pada suatu peristiwa yang mungkin akan terjadi tetapi belum tentu akan terjadi atau belum tentu kapan terjadinya. Berdasarkan pasal ini dapat diketahui bahwa perikatan bersyarat dapat dibedakan atas dua, yakni: a. Perikatan dengan syarat tangguh; b. Perikatan dengan syarat berakhir.

a.     Perikatan dengan syarat tangguh

Apabila syarat “peristiwa” yang dimaksud itu terjadi, maka perikatan dilaksanakan (pasal 1263 KUHpdt). Sejak peristiwa itu terjadi, keawjiban debitor untuk berprestasi segera dilaksanakan. Misalnya, A setuju apabila B adiknya mendiami paviliun rumahnya setelah B menikah. Nikah adalah peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti terjadi. Sifatnya menangguhkan pelaksanaan perikatan, jika B nikah A wajib menyerahkan paviliun rumahnya untuk didiami oleh B.

 

 

 

b.      Perikatan dengan syarat batal

Perikatan yang sudah ada akan berakhir apabila “peristiwa” yang dimaksud itu terjadi (pasal 1265 KUHpdt). Misalnya, K seteju apabila F kakaknya mendiami rumah K selam dia tugas belajar di Inggris dengan syarat bahwa F harus mengosongkan rumah tersebut apabila K selesai studi dan kembali ketanah air. Dalam contoh, F wajib menyerahkan kembali rumah tersebut kepada K adiknya.

Istilah syarat berakhir dan bukan syarat batal yang digunakan karena istilah syarat berakhir tersebut lebih tepat, istilah syarat batal pada umumnya mengesankan adanya sesuatu secara melanggar hukum yang mengakibatkan batalnya perikatan tersebut dan memang perjanjian tersebut tidal batal, tetapi berakhir, dan berakhirnya perikatan tersebut atas kesepakatan para pihak sedangkan kalau batal adalah kalau perjanjian tersebut dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak atau batal demi hukum.

2.        Perikatan Dengan ketetapan Waktu (tidjsbepaling)

Maksud syarat “ketetapan waktu” ialah bahwa pelaksanaan perikatan itu digantungkan pada waktu yang ditetapkan. Waktu yang ditetapkan itu adalah peristiwa yang masih akan terjadi dan terjadinya sudah pasti, atau berupa tanggal yang sudah tetap. Contonya:”K berjanji pada anak laki-lakinya yang telah kawin itu untuk memberikan rumahnya, apabila bayi yang sedang dikandung isterinya itu telah dilahirkan”[9].

Menurut KUHperdata pasal 1268 tentang perikatan-perikatan ketetapan waktu, berbunyi “ suatu ketetapan waktu tidak, menangguhkan perikatan, melainkan hanya menangguhkan pelaksanaanya”. Pasal ini menegaskan bahwa ketetapan waktu tudak menangguhkan lahirnya perikatan, tetapi hanya menangguhkan pelaksanaanya.Ini berarti bahwa perjajian dengan waktu ini pada dasarnya perikatan telah lahir, hanya saja pelaksanaanya yang tertunda sampai waktu yang ditentukan.

Perbedaan antara suatu syarat dengan ketetapan waktu ialah yang pertama, berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tudak akan terlaksana. Sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang, meskipun belum dapat ditentukan kapan datangnya. Misalnya meninggalnya seseorang. Cocontoh-contoh suatu perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu, banyak sekali dalam praktek seperti perjanjian perburuhan, suatu hutang wesel yang dapat ditagih suatu waktu setelahnya dipertunjukan dan lain sebagainya.

3.        Perikatan mana suka (alternatif)

Pada perikatan mana suka objek prestasinya ada dua macam benda. Dikatan perikatan mana suka keran dibitur boleh memenuhi presatasi dengan memilih salah satu dari dua benda yang dijadikan objek perikatan. Namun, debitur tidak dapat memaksakan kreditur untuk menerima sebagian benda yang satu dan sebagian benda yang lainnya. Jika debitur telah memenuhi salah satu dari dua benda yang ditentukan dalam perikatan, dia dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak milik prestasi itu ada pada debitor jika hak ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditor.

Menurut pasal 1272 KUHperdata tentang mengenai perikatan-perikatan mana suka (alternatif) berbunyi, “tentang perikatan-perikatan mana suka debitur dibebaskan jika ia menyerahkan salh satu dari dua barang yang disebutkan dalam perikatan, tetapi ia tidak dapat memaksa kreditor untuk menerima kreditor untuk sebagian dari barang yang satu dan sebagian dari barang yang lainnya”. Dalam perikatan alternatif ini debiturtelah bebas jika telah menyerahkan salh satu dari dua atau lebih barang yang dijadikan alternatif pemebayaran. Misalnya, yang diajadikan alternatif adalah dua ekor sapi atau dua ekor kerbau maka kalau debitur menyerahkan dua ekor sapi saja debitur telah dibebaskan.

Walaupun demikian, debitur tdak dapat memaksakan kepada kreditur untuk menerima sebagian dari barang yang satu dan sebagian barang lainnya. Jadi, debitur tidak dapat memaksa kreditor untuk menerima seekor sapi dan seekor kerbau.

4.        Perikatan tanggung menanggung atau tanggung renteng (hoofdelijk atau solidair)

Ini adalah suatu perikatan diaman beberapa orang bersama-sam sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan atau sebaliknya. Beberapa orang bersama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam yang belakangan ini, sedikit sekali terdapat dalam praktek. Bebrapa orang yang bersama-sama mengahadapi orang berpiutang atau penagih hutang, masing-masing dapat dituntut untuk membayar hutang itu seluruhnya. Tetapi jika salah satu membayar, maka pemabayaran ini juga membaskan semua temen-temen yang berhutang. Itulah yang dimaksud suatu periktan tanggung-menanggung. Jadi, jika dua A dan B secara tangggung-menanggung berhutang Rp. 100.000, kepada C maka A dan B masing-masing dapat dituntut membayar Rp. 100.000,-.

Pada dasarnya perikatan tannggung menanggung meliputi, (a). Perikatan tanggung menanggung aktif, (b). Perikitan tanggung menanggung pasif.

a.       Perikatan tanggung menanggung aktif

Perikatan tanggung menanggung aktif terjadi apabila pihak kreditor terdiri dari beberapa orang. Hak pilih dalam hal ini terletak pada debitor. Perikatan tanggung menanggung aktif ini dapat dilihat pada pasal 1279 menyebutkan : “ adalah terserah kepada yang berpiutang untuk memilih apakah ia akan membayar utang kepada yang 1 (satu) atau kepada yang lainnya diantara orang-orang yang berpiutang, selama ia belum digugat oleh salah satu. Meskipun pembebasan yang diberikan oleh salah satu orang berpiutangdalam suatu perikatan tanggung-menanggung, tidak dapat membebaskan siberutang untuk selebihnya dari bagian orang yang berpiutang tersebut”.

b.      Perikatan tanggung menanggung pasif

Perikatan tanggung menanggung pasif terjadi apabila debitor terdiri dari beberapa orang. Contoh “ X tidak berhasil memperoleh pelunasan pelunasan puitanggya dari debitor Y, dalam hal ini X masih dapat menagih kepada debitor Z yang tanggung menanggung dengan Y. Dengan demikian kedudukan kreditor lebih aman”.

5.        Perikatan yang dapat dibagi dan perikatan yang tidak dapat dibagi

Suatu perikatan dapat dikatakan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi jika benda yang menjadi objek perikatan dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan lagi pula pembagian itu tidak boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut. Jadi, sifat dapat atau tidak dapat dibagi itu berdasarkan pada.:

a.       Sifat benda yang menjadi objek perikatan

b.      Maksud perikatannya, apakah itu dapat atau tidak dapat dibagi.

Persoalan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi itu mempunyai arti apabila dalam perikatan itu terdapat lebih dari seorang debitor atau lebih dari sorang kreditor. Jika hanya seorang kreditor perikatan itu dianggap sebagai tidak dapat dibagi.

6.        Perikatan dengan penetapan hukuman (strabeding)

Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah saja melaikan kewajibannya dalam praktek banyak dipakai perjanjian diamana siberhutang dikenakan suatu hukuman apabila ia tidak menepati janjinya. Hukuman itu, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian itu. Menurut pasal 1304 tentang mengenai perikatan-perikatan dengan ancaman hukuman, berbunyi “ anman hukuman adalah suatu ketentuan sedemikian rupa dengan mana seorang untuk imbalan jaminan pelaksanaan suatu perikatan diwajibkan melakukan sesuatu manakala perikatan itu tidak dipenuhi”.

 

Ketentuan diatas sebenarnya merupakan pendorong bagi debitur untuk memenuhi perikatannya karena apabila ia lalai dalam melaksanakannya dia dikenai suatu hukuman tertentu, yang tentu saja akan membawa kerugian baginya karena dengan hukuman tersebut kewajiban akan semakin besar.h

 

Sumber  : http://ilmuhukumuin-suka.blogspot.co.id/2013/06/macam-macam-perikatan.html

Macam-Macam Hukum Perdata Perikatan

Ass.Wr.Wb, Salam Sejahtera Untuk Kita Semua

 

Saat ini saya akan membahas tentang Macam-Macam Hukum Perdata Perikatan, berikut Ulasannya

Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata Perikatan dapat dibedakan atas beberapa macam :

 

1. Menurut isi dari pada prestasinya :

 

a. Perikatan positif dan negatif

 

Ialah perikatan yang prestasinya berupa perbuatan positif yaitu memberi sesuatu dan berbuat sesuatu sedangkan positif negatif adalah perikatan yang prestasinya berupa sesuatu perbuatan yang negatif yaitu tidak berbuat sesuatu.

 

b. Perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan

Perikatan sepintas lalu adalah perikatan yang pemenuhan prestasinya cukup hanya dilakukan dengan satu perbuatan saja dan waktu yang singkat tujuan perikatan telah tercapai sedangkan perikatan berkelanjutan adalah perikatan prestasinya berkelanjutan untuk beberapa waktu, misalnya perikatan yang timbul dari perjanjian-perjanjian sewa-menyewa dan perburuhan.

 

c. Perikatan alternatif

 

Ialah perikatan dimana debitur dibebaskan untuk memenuhi satu dari dua atau lebih prestasi yang disebutkan dalam perjanjian.

 

d. Perikatan fakultatif

 

Ialah perikatam yang hanya mempunyai satu objek prestasi, dimana debitur mempunyai hak untuk mengganti dengan prestasi yang lain, bilamana debitur tidak mungkin memenuhi prestasi yang telah ditentukan semula.

 

e. Perikatan generic dan specifik

 

Perikatan generic adalah perikatan dimana objeknya hanya ditentuka jenis dan jumlahnya berang yang harus diserahakan debitur kepada kreditur, misalnya penyerahan sebanyak beras sebanyak 10 ton. Sedangkan perikatan specifik adalah perikatan dimana objeknya ditentukan secara terperinci sehingga nampak ciri-ciri khususnya. Misalnya debitur diwajibkan menyerahkan beras sebnayak 10 ton dari cianjur kualitet ekspor nomor 1.

 

f. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi.

 

Perikatan yang dapat di bagi adalah perikatan yang prestasinya dapat dibagi, pembagian mana tidak boleh mengurangi hakikat prestasi itu. Sedangkan perikatan yang tidak dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya tidak dapat dibagi.

 

 

 

2. Menurut subjeknya :

 

a. Perikatan tanggung-menanggung

 

Ialah perikatan dimana debitur dan / atau krediturnya terdiri dari beberapa orang. Selanjutnya mengenai perikatan tanggung-menaggung ini lihat pasal 1749 dan 1836 BW serta pasal 18 KUHDagang.

 

b. Perikatan pokok dan tambahan

 

Perikatan pokok adalah perikatan antara debitur dan kreditur yang berdiri sendiri tanpa tergantung pada adanya perikatan yang lain contohnya, perjajian peminjaman uang. Sedangkan perikatan tambahan ialah perikatan antara debitur dan kreditur yang diadakan sebagai perikata tambahan daripada perikatan pokok contohnya, perjanjian gadai, hipotik dan credietverband.

 

3. Menurut mulai berlakunya dan berakhirnya :

 

a. Perikatan bersyarat

Ialah perikatan yang lahirnya maupun berakhirnya (batalnya) digantungkan pada suatu peristiwa yang belum dan tidak tentu akan terjadi.

Apa yang telah disebut syarat, telah ditentukan dalam pasal 1253 yaitu ; digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan belum pasti terjadi.

Dan syarat itu ada dua macam yaitu :

 

1)      Syarat yang menangguhkan bermaksud apabila syarat itu dipenuhi maka perikatan menjadi berlaku.contohnya ; A akam menjual rumah kepada B kalau A jadi dipindah atau tidak, tergantung dari jawatannya, jadi belum pasti terjadi. Kalau A jadi dipindah ke Jakarta, maka perikatan berlaku, yaitu A harus menjual rumahnya kepada B.

 

2)      Syarat yang memutus (membatalkan) apabila syarat itu dipenuhi perikatan menjadi putus atau batal. Contohya : A akan menyewakan rumahnya kepada B asal tidak dipakai untuk gudang. Kalau B mempergunakan rumah itu untuk gudang berarti syarat itu telah dipenuhi dan perikatan menjadi putus dan pemuliahan dalam kedaan semula seperti tida pernah terjadi perikatan.

Syarat-syarat yang tidak mungkin dan syarat-syarat bertentangan dengan kesusilaan .

Pasal 1354 menentukan bahwa perikatan yang bertujuan melakukan yang tidak mungkin terlaksana, bertentangan dengan kesusilaan dan yang dilarang oleh undang-undang adalah batal.

Syarat yang tidak mungkin terlaksana berarti secara objektif syarat itu tidak mungkin dipenuhi.

 

Syarat-syarat dibedakan menurut isinya :

 

1)      Syarat yang potestatif ialah syarat yang pemenuhannya tergantung dari kekuasaan salah satu pihak. Contohnya : dari pasal 1256, saya akan memeberi barang kepadamu kalau engkau maum, perikatan demikian adalah batal.sebetulnya contoh tersebut perikatan tidak terjadi, juga tidak akan timbul perikatan bersyarat kalau dibaca ayat 2 pasal 1256 maka disitu agak jelas maksudnya namun masih menimbulkan keragu-raguan juga. Dinyatakan bahwa perikatan adalah syah apabila tergantung dari perbuatan orang yang terikat. Contohnya : saya akan menjual barang ini kalau engkau membayar harganya Rp. 10.000, jadi tidak hanya tergantung pada kemauan saja, tetapi juga pada kemampuannnya untuk membayar.

 

2)      Syarat yang kebetulan ialah syarat yang pemenuhannya tidak tergantung dari kekusaan kedua belah pihak. Contohnya : saya akan memberi rumah kepadamu, apabila tahun ini pecah perang.

 

3)      Syarat yang campuran ialah syarat yang pemenuhannya tegantung dari kemauan salah satu pihak juga tergantung dari kemauan pihak ketiga bersama-sama. Contohnya ; A akan memberi rumah kepada B, kalau B mau kawin dengan kemenakannya. Jadi syarat ini tergantung dari B juga tergantung dari kemenakannya.

 

b. Perikatan dengan ketetapan waktu.

 

 

Ialah perikatan yang pelaksaannya ditangguhkan sampai pada suatu waktu yang ditentukan yang pasti akan tiba, meskipun mungkin belum dapat dipastikan kapan waktu yang dimaksudkan akan tiba.

 

Perikatan dengan ketentuan waktu apabila pelaksanaan dari perikatan ditangguhkan sampai waktu yang tertentu atau berlakunya perikatan sampai waktu yang tertentu atau berlakunya perikatan akan berakhir (terputus) samapai waktu yang ditentukan itu telah tiba. Ketentuan waktu dapat dibagi menjadi 2, yaitu:

 

1.  ketentuan waktu yang menagguhkan

2.  ketentuan waktu yang memutus yaitu perjanjian kerja untuk waktu I tahun atau sampai meninggalnya si buruh.

 

Perikatan dengan ketentuan waktu adalah adanya kepastian bahwa waktu itu akan tiba. Ketentuan itu dapat tetap maksudnya adalah adanya penyerahan barang dilakukan tanggal 1 januari yang akan dating atau 14 hari lagi. Ketentuan waktu yang tidak tetap maksudnya adalah yaitu A akan memberikan rumah kepada B kalu A mati, kematian A adalah pasti, tetapi kapan rumah itu terjadi adalah tidak dapat ditetapkan.

 

Akibat hokum dari perikatan dengan ketentuan waktu adalah bermacam-macam. Undang-undang mengatur bahwa ketentuan waktu itu adalah untuk keuntungan dari debitur, kecuali kalau ditentuka lain pasal 1270.

 

B. Menurut undang-undang, perikatan dapat dibedakan atas beberapa macam sebagai berikut :

 

a        Perikatan bersyarat (voorwaardelijk)

 

Perikatan bersyarat adalah perikatan yang digantungkanpada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentukan  atau  tidak  terjadi.  Suatu  perjanjian  yang  demikian  itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertangguhkan (opschortende voorwaarde).

 

b        Perikatan  yang  digantungkan  pada  suatu  ketetapan  waktu (tijdsbepaling)

 

Perikatan yang berupa suatu hal yang pasti akan datang meskipun mungkin belum dapat ditentukan kapan datangnya.

 

c         Perikatan yang membolehkan memilih (alternatif)

 

Suatu perikatan di mana terdapat dua atau lebih macam prestasi (objek perikatan) sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan.

 

d        Perikatan tanggung-menanggung (hoofdelijk atau solidair)

 

Suatu perikatan di mana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan  atau  sebaliknya.  Beberapa orang  sama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang.

 

e         Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi

 

Suatu perikatan dapat dibagi atau tidak tergantung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi dan tergantung pula pada hakekat atau maksud kedua belah pihak yang membuatnya.

 

f         Perikatan dengan penetapan hukuman (strafbeding)

 

Untuk  mencegah  jangan  sampai  si  berhutang  dengan mudah melalaikan kewajibannya, dalam praktek banyak dipakai perjanjian dimana si berhutang dikenakan suatu hukuman apabila ia tidak menepati kewajibannya. Hukuman ini biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian itu.

 

Sumber  : https://maxmilion777.wordpress.com/2012/03/01/macam-macam-perikatan-jenis-jenis-perikatan/

Sekian pembahasan dari saya.

Wss.Wr.Wb

Macam-Macam Perjanjian

Ass.Wr.Wb, Salam Sejahtera Untuk Kita Semua.

Disini saya akan membahas macam-macam perjanjian

MACAM MACAM PERJANJIAN BERIKUT CONTOHNYA

 

Dalam melakukan kesepakatan apakah kesepakatan bisnis, kesepakatan kerja, kesepakatan jual beli, kesepakatan sewa dan lain-lain biasanya diperlukan suatu jaminan atau kepastian. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan, dan untuk menjamin kesepakatan tersebut berjalan dengan baik maka dibuatlah perjanjian.

Perjanjian yang dilakukan kedua belah pihak menjamin adanya kepastian bahwa kesepakatan yang telah disepakati bersama dapat ditepati dengan sebaik-baiknya. Perjanjian bisa dibuat secara lisan maupun tulisan, namun kekuatan perjanjian lisan sangatlah lemah sehingga apabila terjadi sengketa diantara kedua pihak yang berjanji akan sulit membuktikan kebenarannya.

Untuk hal-hal yang sangat penting orang lebih memilih perjanjian secara tertulis atau dengan surat perjanjian sebagai bukti hitam diatas putih demi keamanan.

 

Dalam surat perjanjian biasanya berisi kesepakatan mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak yang saling mengikatkan diri untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Selain kedua belah pihak, dalam surat perjanjian kadang melibatkan pihak ke tiga untuk menguatkan perjanjian tersebut.

Secara klasifikasi surat perjanjian dibagi 2 jenis yaitu :

1. Perjanjian autentik, yaitu perjanjian yang disaksikan oleh pejabat pemerintah.

2. Perjanjian dibawah tangan, yaitu perjanjian yang tidak disaksikan oleh pejabat pemerintah.

Namun demikian klasifikasi diatas tidak ada hubungannya dengan keabsahan sebuah surat perjanjian. Surat perjanjian tanpa notaris tetap sah selama memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Dalam surat perjanjian selain mencantumkan persetujuan mengenai batas-batas hak dan kewajiban masing-masing pihak, surat tersebut juga menyatakan jalan keluar yang bagaimana, yang akan ditempuh, seandainya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya. Jalan keluar disini bisa pemberian sanksi, ganti rugi, tindakan administrasi, atau gugatan ke pengadilan.

 

Surat perjanjian setidaknya mengacu pada hal-hal sebagai berikut :

1. Surat perjanjian harus ditulis diatas kertas segel atau kertas biasa yang dibubuhi materai cukup.

2. Surat perjanjian dibuat rasa ikhlas, rela, tanpa paksaan.

3. Isi surat perjanjian harus disetujui oleh kedua belah pihak yang berjanji.

4. Pihak yang berjanji harus sudah dewasa dan dalam keadaan waras dan sadar.

5. Isi surat perjanjian harus jelas dan tidak mempunyai peluang untuk ditafsirkan secara berbeda.

6. Isi surat perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan norma susila yang berlaku.

 

 

Manfaat surat perjanjian :

1. Memberikan rasa tenang bagi kedua belah pihak yang berjanji karena terdapatnya kepastian didalam surat perjanjian.

2. Mengetahui secara jelas batasan antara hak dan kewajiban pihak-pihak yang berjanji.

3. Menghindari terjadinya perselisihan.

4. Bahan penyelesaian perselisihan atau perkara yang mungkin timbul akibat suatu perjanjian.

 

Jenis-jenis surat perjanjian

 

1. Perjanjian Jual Beli

Dalam surat ini disebutkan bahwa pihak penjual diwajibkan menyerahkan suatu barang kepada pihak pembeli. Sebaliknya, pihak pembeli diwajibkan menyerahkan sejumlah uang (sebesar harga barang tersebut) kepada pihak penjual sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Setelah penandatanganan surat tersebut, kedua belah pihak terikat untuk menyelesaikan kewajiban masing masing. Setiap pelanggaran atau kelainan dalam memenuhi kewajiban akan mendatangkan konsekuensi hokum karena pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan atau klaim.

 

2. Perjanjian Sewa Beli ( angsuran)

Surat ini boleh dinyatakan sama dengan surat jual beli. Bedanya harga barang yang di bayarkan oleh pihak pembeli dilakukan dengan cara mengangsur. Barangnya diserahkan kepada pihak pembeli setelah surat perjanjian sewa beli ditandatangani. Namun hak kepemilikan atas barang tersebut masih berada di tangan pihak penjual. Jadi sebelum pembayaran atas barang tersebut masih di angsur, pihak pembeli masih berstatus sebagai penyewa. Dan selama itu pihak pembeli tidak berhak menjual barang yang disebutkan dalam perjanjian sewa beli tersebut. Selanjutnya hak milik segera jatuh ke tangan pembeli saat pembayaran angsuran/cicilan terakhir dilunasi.

 

3. Perjanjian Sewa Menyewa

Perjanjian ini merupakan suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa., dimana pihak yang menyewa (pihak 1) berjanji menyerahkan suatu barang (tanah, bangunan, dll) kepada pihak penyewa (pihak II) selama jangka waktu yang di tentukan kedua belah pihak. Sementara itu pihak penyewa di wajibkan membayar sejumlah uang tertentu atas pemakaian barang tersebut.

 

4. Perjanjian Borongan

Perjanjian ini dibuat antara pihak pemilik proyek dan pihak pemborong, dimana pihak pemborong setuju untuk melaksanakan pekerjaan borongan sesuai dengan syarat syarat/spesifikasi serta waktu yang di tetapkan/disepakati oleh kedua belah pihak. Untuk itu pihak pemilik proyek wajib memebayar sejumlah uang tertentu (harga pekerjaan borongan) yang telah di sepakati kedua belah pihak kepada pihak pemborong

 

5. Perjanjian Meminjam Uang

Surat perjanjian ini merupakan persetujuan antara pihak piutang dengan pihak berhutang untuk menyerahkan sejumlah uang. Pihak yang berpiutang meminjamkan sejumlah uang kepada pihak yang meminjam, dan pihak peminjam wajib membayar kembali hutang tersebut ditambah dengan buang yang biasanya dinyatakan dalam persen dari pokok pinjaman, dalam jangka waktu yang telah disepakati.

 

6. Perjanjian Kerja

Pada dasarnya surat perjanjian kerja dan perjanjian jual beli adalah sama. Yang membedakan adalah obyek perjanjiannya. Bila dalam surat perjanjian jual beli objeknya adalah barang atau benda, maka objek dalam surta perjanjian kerja adalah jasa kerja dan pelayanan Para pihak dalam surat perjanjian kerja adalah majikan (pemilik usaha) dan pekerja (penyedia jasa).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat surat perjanjian kerja adalah :

· Lama masa kerja

· Jenis pekerjaan

· Besarnya upah atau gaji beserta tunjangan. Pihak majikan biasanya telah mempunyai suatu pegangan atau standar gaji untuk menentukan gaji yang layak untuk suatu tingkat keahlian kerja.

· Jam kerja per hari, jaminan sosial, hak cuti, dan kemungkinan untuk memperpanjang perjanjian tersebut.

Sumber : google.com

Sekian pembahasan dari saya.

 

Wss.Wr.Wb, Salam Sejahtera Untuk Kita Semua.